Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Review Pendekar Tongkat Emas: Beda, Spektakuler dan Nyaris Sempurna

Desember atau penghujung tahun selama 3 tahun terakhir memang menjadi “summer” bagi film Indonesia. Selain diminati banyak penonton, film yang hadir penghujung tahun bisa dikatakan film yang berkualitas. Pada tahun 2012, penghujung tahun ditutup oleh 5 CM dan Habibie & Ainun. Keduanya meraih jutaan penonton. Keduanya pula film bagus meski bukan tanpa cela, kelemahan terbesar 5 CM adalah cerita yang terlalu kompleks dan dipaksakan sepadat novelnya sementara dari sisi sinematografi sangat juara. Sebaliknya untuk Habibie & Ainun, departemen skenario sudah cukup apik hanya saja placement sponsor yang saya rasa kurang tepat sehingga mengganggu keutuhan logika film. Beralih ke tahun berikutnya, hadir film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan 99 Cahaya di Langit Eropa yang meraih lebih dari satu juta penonton, serta Soekarno karya Hanung Bramantyo yang mencapai hampir satu juta penonton. Ketiganya film berbiaya besar dengan eksekusi juga cukup bagus. Tahun ini ada Supernova dan Pendekar Tongkat Emas, untuk film Supernova sudah saya buat reviewnya, silakan dicek REVIEW SUPERNOVA. Kali ini, khusus untuk review Pendekar Tongkat Emas.

Melihat judul diatas, saya katakan Pendekar Tongkat Emas (selanjutnya disingkat PTE), tampil BEDA. Disaat film Indonesia dipenuhi oleh melodrama yang diangkat dari novel (99 Cahaya di Langit Eropa, Supernova) ataupun tokoh nasional (3 Nafas Likas, Soekarno, Hijrah Cinta) PTE hadir menawarkan sesuatu yang baru dan orisinil. PTE mengangkat tema apa arti sesungguhnya pendekar dalam kehidupan dengan latar belakang dunia persilatan. Saya tidak menganggap bahwa film ini adalah peperangan atau perebutan kekuasaan dalam dunia persilatan. Hal ini diperkuat dengan skenario pembuka oleh tokoh Cempaka (Christine Hakim) yang tersirat mengartikan bahwa pendekar bukanlah pemenang dalam pertarungan yang menjatuhkan korban, karena sejatinya pemenang adalah mereka yang mengadikan diri dan ilmunya demi kemanusiaan. Apalah arti kesempurnaan ilmu jika tidak diabdikan untuk kemanusiaan. Dari skenario ini saya menangkap, bahwa PTE ingin menunjukkan pada penonton apa arti pendekar sebenarnya. Apakah mereka yang paling jago ilmunya, ataukah mereka yang mengabdikan ilmunya untuk masyarakat.

PTE dibuka dengan cukup apik, dimulai dengan monolog Cempaka, selanjutnya diarahkan pada keempat muridnya yang sedang latihan. Introducing tokoh-tokoh mulai dari Dara (Eva Celia). Biru (Reza Rahadian), Gerhana (Tara Basro) hingga Angin (Aria Kusumah) disuguhkan oleh Ifa Isfansyah degan sangat cermat, lugas dan dapat dimengerti. Lompatan jauh sutradara Ifa Isfansyah yang sebelumnya juga membesut film apik Sang Penari. Sebetulnya saya sempat berpikir, peran Nicholas Saputra apa ya disini, penasaran juga. Tapi saya biarkan dulu pikiran saya mengikuti logika film.

Konflik bermula ketika Cempaka mewariskan tongkat emas pada Dara, padahal Biru dan Gerhana sudah sangat lama menginginkannya. Disinilah peran stereotype Reza Rahadian kembali terlihat. Peran antagonis sepertinya lebih cocok buat Reza Rahadian. Setelah bermain apik di Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Reza sangat berhasil memainkan peran Biru. Kali ini Reza juga ditemani Tara Basro. Reza & Tara pasangan yang berhasil menunjukkan karakternya sebagai orang yang haus kekuasaan dan sombong. Dari sinilah Biru dan Gerhana berusaha merebut tongkat emas dari Dara & Angin. Hingga akhirnya Cempaka terbunuh dan Dara serta Angin berhasil diselamatkan oleh seseorang yang tak dikenal. Disinilah saya mulai menebak, pastinya Nicholas Saputra yang menyelamatkan Eva dan Aria. Dan betul, namun siapa sebenarnya Nicholas Saputra? Lalu bagaimana kelanjutan kehidupan Dara & Angin? Berhasilkah Biru & Gerhana merebut tongkat emas dari Dara & Angin? Silakan kawan-kawan tonton sendiri di bioskop.

Sekarang kita bahas secara detail unsur – unsur film PTE. Dari departemen casting, film PTE mempertemukan para sineas peraih piala citra. Film ini disutradarai oleh Ifa Isfansyah (Sutradara Terbaik FFI 2011 – Sang Penari), ditulis oleh Riri Riza (Penulis Skenario Asli Terbaik FFI 2014 – Sokola Rimba) yang berkolaborasi dengan Mira Lesmana, Seno Gumira dan Jujur Prananto (Pelopor penulis skenario – Ada Apa Dengan Cinta, Petualangan Sherina). Dibintangi oleh dua aktor piala citra Reza Rahadian (Pemeran Utama Pria Terbaik FFI 2013 – Habibie & Ainun) dan Nicholas Saputra (Pemeran Utama Pria Terbaik FFI 2005 – Gie) serta diadu dengan aktris senior peraih 6 piala citra kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI, Christine Hakim. Tidak hanya para pemain utama, untuk cameo pun film PTE menghadirkan aktris peraih piala citra Prisia Nasution (Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 2011 – Sang Penari). Selain mereka didukung pula oleh Eva Celia (Adriana), Aria Kusumah yang notabene masih pendatang baru di industri film Indonesia serta tokoh senior lainnya seperti Slamet Rahardjo dan Landung Simatupang.

Pemilihan Dara sebagai peran utama yang dijatuhkan pada Eva Celia saya rasa sudah sangat tepat. Ada teman saya yang bilang Eva terlalu “soft” untuk jadi pendekar. Nah kalau saya menangkapnya lain, dalam memahami karakter peran dalam sebuah film, tentu tidak menggunakan logika kita atau logika pada umumnya, tetapi menggunakan logika yang disediakan pada film. Sebagai contoh karakter Raihannun Nabila dalam film Lovely Man karya Teddy Soeriaatmadja. Raihannun digambarkan sebagai gadis pesantren berjilbab namun hamil di luar nikah, jika kita menggunakan logika kita, tentu sangat tidak mungkin meski pada kenyatannya, hal itu bisa saja terjadi. Dalam film tersebut, kita disuguhkan keadaan keluarga Raihannun yang tidak pernah bertemu ayahnya, istilah sekarang broken home. Logika ini cukup untuk menghantarkan Raihannun seperti itu. Balik lagi ke Eva Celia, film ini menuntut tongkat emas diberikan pada orang yang berjiwa besar tak harus berilmu paling tinggi, sesuai dengan keinginan awal film. Maka karakter Eva Celia (yang tidak seperti Tara Basro) menjadi sangat wajar dan tepat. Eva berhasil memainkan peran sebagai Dara setidaknya sampai ia kehilangan Angin. Kenapa saya katakan demikian? Karena, ketika ia mulai berguru pada Nicholas Saputra untuk mempelajari jurus pamungks tongkat emas, Eva Celia seharusnya bertransformasi lebih “sangar” menunjukkan kekecewannya terhadap Biru & Gerhana yang telah membunuh Cempaka & Angin. Namun disini Eva Celia belum terlalu dapat menunjukkan emosi dan ekspresi yang demikian. Meski begitu, saya salut pada kerja kerasnya, karena pastinya tidak mudah berperan sebagai Dara. Namun saya berharap jika peran ini dijatuhkan pada Prisia Nasution.

Selain Dara, seluruh cast bermain dengan lebih sempurna. Saya tidak akan membahas akting aktris senior Christine Hakim, udah pasti keren meski hanya sebagai pemeran pendukung. Seperti sudah dibahas sebelumnya Reza Rahadian dan Tara basro keren sangat, meski untuk Reza tidak terlalu kaget karena ia sudah biasa berakting bagus. Beda dengan Tara Basro, kejutan yang saya dapatkan adalah senyuman sinis dan tatapan mata Tara Basro yang menusuk jantung. Ia berhasil memainkan peran sebagai Gerhana yang mendukung Biru dengan sangat sempurna. Selain itu, kembalinya aktor Ada Apa Dengan Cinta, Nicholas Saputra juga tampil cukup baik. Berperan sebagai Elang dan menjadi partner Dara, Nicholas menyuguhkan akting yang tak kalah apik dari pemain lainnya. Dan, yang paling mencuri perhatian saya adalah peran anak kecil, Angin oleh Aria Kusumah, pendatang baru. Ini cast paling amazing, untuk perdana main film layar lebar, saya sangat salut sama salutnya ketika saya menyaksikan Tanta Ginting (Soekarno) dan Bebeto Letually (Cahaya Dari Timur : Beta Maluku). Aria Kusumah berperan sangat apik sepanjang perjalanannya bersama Dara hingga akhirnya ia terbunuh oleh Biru & Gerhana.

Dari departemen sinematografi dan pemilihan lokasi, wow, banget. PTE juga menyuguhkan kekayaan alam Indonesia. Sama halnya seperti 5 CM yang berhasil memamerkan Mahameru, PTE pun berhasil memamerkan padang Sumba. Shot demi shot di alam terbuka  dan beberapa siluet saya sangat salut. Namun betul kata temen saya, ketika shot adegan silat banyak dlakukan dengan metode close up, sehingga tidak terlalu bisa dinikmati. Meski begitu, adegan terakhir pertarungan Biru & Gerhana melawan Dara & Elang, betul – betul saya nikmati. Dramaturgi dan filosofi film ini sangat kuat dan berhasil disampaikan dengan baik oleh Ifa Isfansyah.

Dari departemen cerita dan skenario, PTE menyajikannya dengan cukup apik. Rasanya hampir seluruhnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Editing pun cukup rapih memainkan cerita, sehingga tidak sulit untuk dimengerti arahnya kemana film ini akan dibawa. Musik arahan komposer ternama Erwin Gutawa pun sangat pas dimainkan dalam film ini. Salut juga buat Chitra Subiyakto sebagai penata busana, yang sangat detail dan sesuai.

Terlepas dari semua kelebihan film PTE, jika film ini mengklaim dirinya sebagai film action, saya rasa cerita dan eksekusi terlalu lambat, saya tetap menganggap film ini sebagai film drama hanya saja dengan latar belakang dunia persilatan, sehingga cara bertutur dalam film ini dibuat secara sederhana mulai dari konflik pewarisan tongkat emas, fitnah keji terhadap Dara & Angin, naik tahtanya Biru & Gerhana, hingga akhirnya klimaks di perebutan kembali tongkat emas oleh Dara yang dibantu Elang. Jadi jika anda yang berekspektasi menonton PTE sama halnya dengan ekspektasi anda melihat The Raid, saya rasa anda keliru. Secara umum, PTE tidak menawarkan silat sebagai komoditi utama, tapi lebih menekankan kepada inti cerita, bahwa pendekar adalah orang yang mempergunakan ilmunya demi kemanusiaan. Porsi silat tidakjauh berbeda sebagaimana porsi lokasi Sumba hanyalah sebagai alat dan promosi bagian kekayaan budaya dan alam Indonesia.

Film ini saya bisa katakan SPEKTAKULER, karena dikerjakan dengan serius dengan hasil yang NYARIS SEMPURNA, selain adegan perkelahian menggunakan metode close up shot yang rasa kurang bisa dinikmati, hampir tidak ada cela dari film ini. Bisa saya katakan juga, film ini adalah film terbaik Indonesia tahun 2014, meski masih akan ada dua film yang tayang yakni Merry Riana (Chelsea Islan) dan Assalamualaikum Beijing (Revalina S. Temat)

Tiket Nonton Pendekar Tongkat Emas BTC XXI 22 Desember 2014 19:00
Tiket Nonton Pendekar Tongkat Emas BTC XXI 22 Desember 2014 19:00

Finally, jika saya boleh prediksi setidaknya PTE akan mendapatkan nominasi di FFI 2015 (jika ikut serta) diantaranya

Film Terbaik
Sutradara Terbaik – Ifa Isfansyah
Pemeran Pendukung Wanita Terbaik – Tara Basro
Pemeran Pendukung Pria Terbaik – Aria Kusumah
Penata Musik Terbaik – Erwin Gutawa
Penata Sinematografi Terbaik – Gunnar Nimpuno
Penyunting Gambar Terbaik
Penulis Skenario Asli Terbaik
Penata Busana Terbaik – Chitra Subiyakto
Penata Artistik Terbaik – Fraans XR Paat

Akhir kata, terimakasih kepada seluruh kru, produser, pemain dan semua tim yang sudah bekerja keras menghasilkan film keren, semoga film Indonesia terus dicintai oleh negerinya sendiri khususnya anak muda Indonesia. Bangga Film Indonesia, MAJU TERUS PERFILMAN INDONESIA.

—————————————————————————-

artikel / review ini juga diikutsertakan dalam kontes review & foto yang diselenggarakan oleh akun twitter @PendekarTktEmas

Link Review yang di Post to Official Page Facebook Pendekar Tongkat Emas
Link Review yang di Post to Official Page Facebook Pendekar Tongkat Emas

Link Twitter
Mention akun @PendekarTktEmas



Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.