Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Review Aach.. Aku Jatuh Cinta: Kekacauan Cinta Rumi dan Yulia dalam Botol Limun

Tiket AAJC
Tiket Nonton AAJC 3 X dalam 4 hari hampir berturut-turut!!!

    Film disebut bagus atau tidak pastilah ada standarnya. Film juga merupakan ilmu pengetahuan dengan teknik-teknis yang bisa dipelajari. Lalu jika bicara suka atau tidak itu baru masalah selera. Tentu rasanya tidak adil jika kita menilai sebuah film bagus atau tidak hanya karena sebuah rasa suka atau tidak. Sebagai contoh kita ambil film-film dengan judul seperti Hantu Puncak Datang Bulan (Dendam Pocong Mupeng), Hantu Binal Jembatan Semanggi, Pacar Hantu Perawan, Selimut Berdarah, Kuntilanak Kamar Mayat, Kesurupan Jumat Kliwon, Ciin..Tetangga Gue Kuntilanak!, Arwah Kuntilanak Duyung, Sarang Hantu Jakarta dan sejumlah judul-judul kreatif lainnya. Perlu digarisbawahi saya SUKA film jenis begitu, tapi kalau saya bilang kumpulan film tersebut film bagus, SINTING SAYA!!!

    2016, Film Indonesia dibuka dengan film Tausiyah Cinta dan Wanita Berdarah. Terbukti, saya lebih memilih nonton Wanita Berdarah. Bagus? Amat sangat bodoh jika saya bilang ini film bagus. Januari tidak ada yang terlalu menarik untuk saya review lebih mendalam meskipun ada SITI dan SURAT DARI PRAHA yang tampil dengan kualitas di atas rata-rata dari film pesaingnya.

    Februari dibuka dengan 3 film drama dan masih seputar cinta, Talak 3, London Love Story dan Aach Aku Jatuh Cinta. Di blogpost kali ini saya hanya ingin bercerita tentang salah satu dari 3 film tersebut dan pilihan jatuh pada film arahan Garin Nugroho. Perlu dicatat, jika nanti banyak terdapat pujian untuk film ini, tenang saja saya bukan fans fanatik Garin, justru saya termasuk yang tidak bisa menikmati karya-karya beliau. Tapi untuk yang satu ini, saya harus ikhlas memujinya dan menjadikan Garin sebagai sutradara idola baru kaum muda (seperti saya).

poster-film-aach-aku-jatuh-cinta
Aach Aku Jatuh Cinta (AAJC). Dari judulnya dan posternya yang warna – warni, kesan pertama terhadap film ini adalah jijay, sejijay scene pembuka AAJC yang menggunakan formula “tai” (bermakna denotasi) sebagai kejahilan Rumi kecil kepada orang tua Yulia. Saya masih penasaran itu tai beneran apa engga ya? Kalau engga, itu dibuat dari apa ya? Xixixiix. Colek penata artistik Allan Sebastian yang bekerja sangat baik sepanjang film.

     AAJC bercerita tentang kisah cinta Rumi dan Yuli yang penuh dengan kekacauan, bahasa sekarang pasang surut kali ya. Atau lebih modern, maju mundur, maju mundur cantik kelez ya. Ibarat lagu Gita Gutawa “kita pisah, balik lagi, pisah lagi, balik lagi”. Ceritanya sederhana saja, Rumi (Bima Azriel, Chico Jericco) yang mencintai Yulia (pemeran kecilnya siapa ya?, Pevita Pearce) namun terhalang oleh ketakutan Rumi sendiri karena ia khawatir akan berlaku kasar seperti apa yang diperlakukan ayahnya pada ibunya (Nova Eliza) yang menyebabkan ibunya pergi meninggalkan mereka.

novaeliza
Nova Eliza berperan sebagai Ibu Rumi, singkat namun mencuri perhatian.

     Yulia pun memiliki kisah yang serupa tapi tak sama. Ia justru ditinggalkan oleh ayahnya (bule) yang tidak tahu terima kasih. Istilah ibu Yulia (Anisa Hertami), ayahnya adalah orang yang gagal. Orang yang hanya menggantungkan diri pada wanita yang ia anggap bisa melindungi dirinya. Oleh karenanya, ibu Yulia pun mengikhlaskan kepergian suaminya.

    Keadaan masing-masing orangtua mereka, terlebih Rumi, cukup menjelaskan hubungan kausalitas karakter-karakter mereka dari kecil hingga dewasa. Rumi yang dari kecil memang jail dan bandel, cukup apik diperankan oleh aktor cilik Bima Azriel.

ADEGAN FAVORIT

    Hampir seluruh scene di AAJC berpautan dengan tidak mubadzir. Meski disunting bolak-balik dan dipadu utuh dengan narasi Yulia, perpindahannya sangat rapih. Bicara favorit setidaknya ada 2 scene yang mencuri perhatian saya. Scene pertama adalah adegan ngukur baju. Jadi sepeninggal ayahnya Yulia, ibunya membuka usaha jahit. Adegan mengukur baju pelanggan dilukiskan Garin dengan sangat cantik dan menawan ditambah editing dan tata musik yang kece badai. Scene ini menjadi ciri khas seorang Garin yang selalu memasukkan unsur lagu dan musik ke dalam filmnya. Tapi penempatannya tidak sembarangan, semuanya tepat dan mendukung adegan.

      Bagaimana jika anda dan orang yang anda cintai, sama-sama rindu namun kelu untuk bertemu? Mungkin anda akan nyanyiin lagu favorit kalian, diputer-puter berulang-ulang, lalu kalian pergi ke luar negeri, dan tanpa disadari, kalian bertemu di luar negeri dan lagu favorit kalian tiba-tiba saja diputer dan mempertemukan kalian? (padahal lagunya Afgan, tapi bagus Afgan, Go London, eh Go Internasional). *kalau yang nonton film sebelah, pasti ngerti*. Rumi dan Yuli tidak demikian. Botol Limun menjadi jembatannya. Rumi yang selalu menuliskan pesan-pesannya untuk Yulia melalui botol limun masih saja mengirimi pesan meski wujud fisik Rumi tidak ada. “Aach entahlah dia ada, atau aku hanya rindu hingga merasakan kehadirannya”.

    Tumpukan tebu (apa jerami) kering menjadi saksi kerinduan mereka. Yulia naik sepeda dan seperti merasakan kehadiran Rumi. Yulia pun berhenti. “Rumi, kamu dimana Rumi”. Rumi memang ada di atas tumpukan tebu kering tersebut. Lantas apakah Rumi terjun dan loncat lalu memeluk Yulia? Owh ternyata bukan disini pertemuan mereka selepas Rumi pindah karena usaha ayahnya bangkrut. Kerinduan hanyalah kerinduan. Garin belum membuat Rumi dan Yulia bertemu. Ini adalah scene kedua favorit saya.

PEVITA PEARCE & CHICO JERICCO

    Tenang, Pevita (meski cantik blasteran) bukanlah faktor yang menyebabkan saya ingin nonton film ini. Justru, dari semua film yang ia mainkan, hampir semuanya aktingnya mengganggu film tersebut (mungkin mengganggu saya sich). Baru, di Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck usahanya menghayati perannya sebagai Hayati terbilang sukses meski belum pada tahap spektakuler. Tak ayal jika penghargaan bergengsi Festival Film Bandung menganugerahkan Hayati sebagai Pemeran Utama Wanita Terpuji FFB 2014. Kalau saya amati, semenjak kemenangannya di FFB 2014, Pevita tidak terlihat di layar lebar sebagai pemeran utama, kecuali ia muncul di SINGLE sebagai cameo. Oh, rupanya vakumnya Pevita tidak sia-sia. AAJC menjadi ajang pembuktian semakin matangnya akting seorang Pevita Pearce. Ia memerankan Yulia begitu konsisten dari awal hingga akhir dan kali ini saya merasa tidak terganggu. Satu yang paling mencuri perhatian air mata saya untuk mengalir adalah scene ketika Yulia selesai dinasihati oleh ibunya pasca kepergian ayahnya. “Biar Yulia kunci dulu pintunya Bu”. Anjrit!!! Meweknya Yulia disini total, keren, nusuk, baper, xixix. Aach aku jatuh cinta sama Yulia.

     Tahun ini akan menjadi tahun yang menyebalkan bagi saya, pasalnya saya yang hampir tidak pernah absen nonton di bioskop setiap minggunya, harus disuguhi berulang kali oleh wajah Chico Jericco yang semenjak kemenangannya di FFI 2014, terus wara-wiri di bioskop. Ganggu? Engga juga sih. Aktingnya masih dalam level bagus. Lalu bagaimana dengan Rumi? Garin memang sutradara hebat. Chico tampil begitu total, mengesankan dan mampu lepas dari karakter-karakter yang ia mainkan di film-film sebelumnya. Chico pun berhasil bikin saya mewek dan merinding. Kolaborasinya bersama Pevita di scene dengan latar candi menjadi bagian terbaik Chico di film ini. Aach aku jatuh cinta sama Rumi (hahahah jijay, sama aktingnya maksudnya).

candirumi
TRAGEDI BRA (BeHA) MERAH YULIA

    Botol Limun menuntun cerita mereka pada saat SMA. Rumi memang selalu membuat kekacauan pada Yulia. Kekacauan ini pun terjadi saat mereka SMA. Saat berlatih Judo (apa Yudo) ya, tanpa sengaja dan entah gimana ceritanya Rumi berhasil menarik Bra Yulia yang Rumi anggap itu sebuah anugerah. Hahhaah, anugerah itu isinya (alah malah mesum, maklum kebanyakan nonton horror KFC). Sepintas, terpikir emang Garin ini sutradara “gila”, kepikiran aja gitu buat narik Bra. Namun kegilaan Garin ini menjadi sebuah kecerdasan yang patut saya acungi jempol, karena Bra ini tidak hanya dijadikan sense of humor semata, melainkan justru untuk mempertemukan Rumi dan Yuli di scene-scene berikutnya. Pingingnya sich diceritain, tapi engga ah, yang jelas Bra ini ide brilian seorang Garin Nugroho. Aaach aku jatuh cinta sama Garin Nugroho.

   Film AAJC yang seyogyanya tayang reguler di bioskop awal November 2015 ini memang diundur ke tahun ini. Tebakan saya, karena salah satunya saat itu ada bombardir dari film Hollywood MockingJay part 2. Tebakan saya ini dibenarkan oleh produser MVP Pictures di salah satu talkshow. Saya sengaja datang dari Bandung ke Jakarta, khusus untuk menghadiri talkshow film AAJC yang diadakan di Binus University di daerah Sudirman. Saat itu hadir aktor Chico Jericco, editor Andhy Pulung, astrada dan juga perwakilan MVP.

IMG20151203151733
Dari talkshow saya banyak ilmu yang bermanfaat dan juga sekilas tentang film AAJC yang bikin saya penasaran. Apalagi dikatakan oleh bang Andhy Pulung bahwa film yang jadi official selection di Busan International Film Festival ini berbeda versi dengan yang akan ditayangkan di bioskop. Bang Andhy Pulung pun mengatakan ini sangat berpengaruh terhadap editing film, bukan hanya memangkas durasi dari sekitar 120 menit versi festival menjadi 90 menit versi bioskop, tetapi juga alur penceritaannya. Wah makin penasaran kan?

    Penantian itu tiba pada tanggal 4 Februari 2016, dan saya nonton hingga 3X. Kenapa? Udah tentu film ini bagus dan saya sukai. Saya cuman kasian dan heran saja, film-film produksi MVP Pictures atau yang berafiliasi dengannya, pada tahun lalu semuanya jeblok di pasaran padahal kualitasnya bagus semua, bahkan 3 dari 4 film tersebut masuk dalam daftar 15 Film Indonesia Paling Keren 2015. Mereka adalah 3(Alif Lam Mim), Mencari Hilal dan Hijab. *tapi saya jadi penasaran versi festivalnya*

    Dalam 3 X menonton tersebut, feel saya masih sama. Saya masih nangis, masih ketawa, masih haru. Saya nggak tahu harus ngomong apa lagi (kalian boleh saja bilang saya lebay, haaahh), tapi emang beneran, AAJC bikin saya tepuk tangan seusai nonton. Ini amat sangat jarang terjadi sepanjang sejarah saya nonton di bioskop. Baru ada 3 film yang bikin saya one night stand (efek film sebelah) eh maksudnya standing applause di bioskop. Dan AAJC adalah film keempat setelah Ayat-ayat Cinta, Cahaya Dari Timur: Beta Maluku dan Soekarno.

    Finally kisah cinta Rumi dan Yuli memang menjengkelkan, pisah lagi ketemu lagi pisah lagi tapi betul-betul hangat dilukiskan oleh Garin. Oia, gimana nasib cinta mereka? Ya mendingan tonton aja di bioskop. Heheehhe. Overall, terimakasih buat MVP Pictures yang konsisten bikin film bagus (meski kurang disukai penonton) dan seluruh crew film Aach Aku Jatuh Cinta. Saya benar-benar Jatuh Cinta pada kekacauan ini.

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.