Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Empat Isu Penting Dalam Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara

Coba lihat trailer di atas? Apa tanggapan kamu terhadap film itu?

     Pertama kali saya menonton trailer Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara (Aisyah BKB) yang terbersit adalah film religi yang berat dan berbau ceramah. Terlebih, dimainkan oleh Laudya Cinthya Bella, uh, bagi saya tokoh Arini dalam Surga yang Tak Dirindukan, membuat saya malas untuk nonton film-film Bella selanjutnya. Termasuk Talak 3, jika bukan disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang berkolaborasi dengan Ismail Basbeth tentu sudah saya lewatkan pula film Talak 3. Lalu apa yg membuat saya ingin pergi ke bioskop dan nonton Aisyah BKB?

     Sutradara dan penulis skenario jaminan saya terhadap Aisyah BKB. Herwin Novianto pernah membuat saya terbelalak lewat Tanah Surga Katanya yang memenangkan penghargaan sebagai film terbaik di Festival Film Indonesia. Pun, Jujur Prananto selaku scriptwriter, tentu kita sudah tahu, beliau adalah salah satu penulis terbaik yang dimiliki bangsa ini. So, bagaimana Aisyah BKB ini hadir, apakah seserius trailernya?


Guru dan Keikhlasan Mengajar

     Betul kata pepatah, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Tanpa adanya seorang guru, tak akan ada pilot, tentara, dokter bahkan presiden. Aisyah harus menyelematkan nasib anak-anak desa Terok, Atambua NTT (Nusa Tenggara Timur) dengan menerima tawaran dari sebuah yayasan bonafit untuk mengajar di sana. Hal ini tentu tidak disia-siakan oleh Aisyah yang selalu ingat akan pesan almarhum ayahnya, “sebaik-baik Sarjana adalah yang mengamalkan ilmunya dan bermanfaat untuk orang banyak”. Berangkatlah Aisyah ke NTT meski di awal mendapat pertentangan ibunya (Lidya Kandau).

     Mungkin tidak banyak dari kita yang Sarjana, yang mau ditempatkan di daerah pelosok tanpa listrik, minim air dan cuaca panas. Perjuangan Aisyah mengajar di pedalaman, mengingatkan saya pada sosok Butet Manurung yang juga berjuang di hutan Jambi. Ceritanya pun diadaptasi oleh Riri Riza ke dalam film Sokola Rimba yang diperankan oleh Prisia Nasution. Aisyah BKB dan Sokola Rimba sama-sama mengajarkan kita sebuah keikhlasan berbagi ilmu meski harus mendapat tantangan yang berat terutama dari warga setempat. Tantangan apa yang harus dilalui oleh Aisyah??

Aisyah-2

Toleransi antar Umat Beragama

     Warga desa Derok sebagian besar beragama Katolik, sementara Aisyah beragama Islam. Tantangan pertama yang dihadapi Aisyah adalah isu perbedaan agama. Adalah Lordis Defam (Agung Isya Almanie Benu), salah satu murid Aisyah yang berusaha memprovokasi teman-teman lainnya untuk walk out dari ruang kelas saat Aisyah mengajar. Lordis yang hanya diasuh oleh pamannya yang galak dan anti Islam (menganggap bahwa Islam itu musuh Kristen) berhasil mengajak murid-murid lain untuk tidak mau belajar dengan Aisyah.

     Lain Lordis, lain Siku Tavarez (Dionisius Rivaldo Moruk), murid Aisyah yang lain. Ia salah satu murid yang masih ingin belajar bersama Aisyah. Siku Tavarez bagaikan representatif dari murid lainnya. Lalu apakah benar isu perbedaan agama yang mendasari anak-anak tidak mau belajar dengan Aisyah?

     Bagi saya toleransi adalah saling menghargai antar sesama pemeluk agama dan tolong menolong dalam kebaikan bukan saling menggadaikan akidah (keimanan/kepercayaan). Aisyah BKB pun menunjukkan demikian. Siapa yang tidak akan tergetar ketika ada dua orang di meja makan ingin makan bersama, lalu keduanya sama – sama berdoa, yang satu dengan “bapak roh kudus” dan satu lagi dengan “allahumma barik lana”? Indah bukan?

     Dalam Islam, perbedaan adalah Rahmat. Betul, perbedaan yang memang sudah diciptakan sebagai takdir Allah, sebagaimana dalam AlQuran disebutkan, “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.”. Perbedaan inilah yang Aisyah BKB kemukakan dalam filmnya.

645x430-aisyah-biarkan-kami-bersaudara-belajar-saling-menerima-160518x

     Lokalitas yang kuat.

     “Jangankan Jawa dengan NTT, Jawa Barat dan Jawa Tengah aja berbeda”.

      Aisyah yang bersuku Sunda harus berhadapan dengan masyarakat asing yang berbeda budaya. Namun kita harus percaya, bahwa Indonesia adalah negara santun dan ramah. Kedatangan Aisyah di desa Derok disambut hangat oleh kepala Desa dan warga dusun dengan tarian adat khas dari sana. Namun Aisyah malah pingsan, apakah yang terjadi?

     Aisyah BKB pun menghadirkan para pemeran pendukung, asli penduduk setempat, sama halnya dengan Laskar Pelangi, murid-murid di sana pun adalah murid-murid yang harus berjalan jauh ke sekolah dengan cita-cita yang tinggi. Tak perlu asyik bermain video game, bermain bola saja sudah cukup membahagiakan.

Poster-film-Aisyah-Biarkan-Kami-Bersaudara

     Kritik Sosial

     Lewat Tanah Surga Katanya, Herwin Novianto sukses mengkritik masalah perbatasan Kalimantan dan Malaysia yang jarang diperhatikan oleh pemerintah yang membuat warga perbatasan lebih memilih hidup di negara tetangga. Kali ini, kritik yang dilontarkan adalah kekeringan air. Aisyah BKB memang tidak hendak mengkritik siapapun, tapi setidaknya membuat saya yang hidup di Bandung dan mudah mendapatkan air untuk segala keperluan, sudah sepatutnya bersyukur atas anugerah yang Tuhan berikan.

     Kehadiran Aisyah sebagai guru sedikit membawa solusi atas tragedi kekeringan ini. Bagaimanakah Aisyah mengatasi persoalan ini? Solusi dan isu kritik sosial ini justru tak tampak di trailer yang membuat judgement sebagian besar penonton menganggap ini film religi berat.

https://www.instagram.com/p/BFvvf5RDC8Q/

     4 hal di atas adalah isu yang saya tangkap dari film Aisyah BKB. Tentunya semuanya isu berat bukan? Yupz, persoalan berat, namun jangan salah Aisyah BKB disampaikan dengan ringan, sesekali lucu, sesekali haru, bukanlah religi yang berat dan penuh ceramah. Kehadiran Pedro (Arie Kriting) menambah manis film Aisyah BKB. Juga kisah cinta sederhana Aisyah dan Aa Djaya (Ge Pamungkas) membuat saya senyum-senyum sendiri di bioskop.

     Selain 4 isu penting yang dikemas apik, kejutan datang dari lead actor Laudya Cinthya Bella. Mari kita flashback sebentar! Bella mengawali karir lewat film Virgin dan tampil memuaskan, setelahnya Bella lebih banyak menghabiskan aktingnya di sinetron meski sesekali masih main film. Kemudian, Bella tampil mengejutkan sebagai Sekar dalam film Assalamualaikum Beijing dan berperan kecil dalam Haji Backpacker. Tahun lalu, Bella berperan sebagai Arini di film Surga yang Tak Dirindukan. Meski banyak yang memuji peran dia, demi apapun saya tidak suka inkonsistensinya. Peran Aisyah membuka mata saya bahwa Bella betul-betul aktor mumpuni. This is the best acting from her. Congrat Laudya Cinthya Bella!

     Finally, Aisyah BKB adalah film religi, pendidikan, budaya, kritik sosial yang dipadupadankan dengan amat indah dan cantik ditambah dengan view NTT ala Edi Santoso juga dipersyahdu oleh skoring musik ala Tya Subiakto. Aisyah BKB mampu menjadi suguhan natal, lebaran pun hari pendidikan.

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.