Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Review Iqro Petualangan Meraih Bintang: Ketika Berpetualang seperti Membaca Sebuah Buku

 

     Surat dalam Al-Quran yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah Surat Al-Alaq ayat 1-5. Ayat pertama berbunyi Iqra’ yang artinya Bacalah! Mengapa harus membaca? Zaman Rasullullah ketika ada perintah shalat 5 waktu, saat itu belum ada jam, maka kaum Muslimim harus memperhatikan atau membaca tanda-tanda yang terjadi di alam semesta. Oleh karenanya, memperhatikan dan meneliti benda-benda di langit termasuk salah satu makna dari Iqra’. Inilah yang coba diungkap oleh film produksi Masjid Salman ITB dan Salman Film Academy dalam IQRO: Petualangan Meraih Bintang.

     Berawal pada dua tokoh utama yang memenuhi hubungan kausalitas, film ini dimulai. Tokoh pertama adalah Aqila (Aisha Nurra Datau) seorang murid sekolah dasar yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap sains namun tidak pandai mengaji. Tokoh  keduanya adalah kakek Aqila, Prof Wibowo (Cok Simbara) yang berprofesi sebagai astronom dan tinggal di Pusat Peneropongan Bintang Boscha.

     Masalah bermula saat keduanya bersinggungan. Aqila bermaksud membuat tugas sekolahnya yang berhubungan dengan astronomi yakni ingin melalukan peneropongan Pluto (yang bukan planet lagi) langsung dari Boscha. Kakeknya mengizinkan dengan syarat Aqila harus pandai mengaji. Dengan mengusung judul Iqro: Petualangan Meraih Bintang, tentu saya berpikir, saya akan diajak bagaimana petualangan “Iqro” Aqila demi tugas sekolahnya tersebut.

     Dalam perjalanannya, Iqro justru mengembangkan banyak subplot yang minus relevansi dengan gagasan utama. Aqila pun belajar ngaji di pesantren kilat yang dipimpin oleh Kak Raudhah (Adhitya Putri). Seperti proklamasi, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, Aqila pun pandai mengaji. Fokus ini pun masih ditambahi pula dengan kehadiran salah satu anak lokal di sana, Fauzi (Raihan Khan) yang usil dan jail. Berkali-kali Aqila dan anak pesantren kilat lainnya dijailin oleh Fauzi. Hingga pada suatu saat, Aqila menantang Fauzi untuk bertanding. Tenang, bukan bertanding fisik karena Fauzi tidak suka (melawan) perempuan, maka mereka akan beradu lomba ngaji di Festival Iqro. Coba tebak siapa yang menang?

Adhitya Putri (salah satu aktor berhijab favorit saya, sejuk nian ciptaanMu, Tuhan!)

     Di sisi lain, Prof Wibowo yang hidupnya selalu ditemani istri setianya (Neno Warisman) mengalami konflik sendiri dengan Boscha. Ada hotel yang dibangun 200 meter dekat Boscha yang pastinya menganggu pengamatan Boscha. Sedari awal konflik ini muncul, saya langsung berpikir, kalau memang itu tanah negara, masa iya perusahaan pengembang bisa membangun kembali kalau tidak ada izin dari pemerintah setempat. So, sudah saya duga, setelah melalui serangkaian proses overdramatic, konflik Boscha pun diselesaikan begitu saja yang semestinya pula sedari awal tidak diperlukan.

     Pada akhirnya Aqila dan Prof. Wibowo jalan sendiri-sendiri tanpa pernah ada satu pengikatan cerita. Meski begitu Iqro masih memilki moment-moment yang emosional terutama saat pelantunan ayat suci Al-Quran atau saat Prof Wibowo “Pada perang dunia ke-2 ……”.

     Lalu berhasilkan Aqila meneropong Pluto di Boscha sementara Boscha sendiri sedang dalam konflik?

 

     Di tengah ketidakfokusan menyusun cerita dan apa-apa yang sebetulnya ingin disampaikan oleh Iqro, saya sangat mengapresiasi niat dan usaha Iqro memadukan agama dan ilmu pengetahuan sebagai sebuah tema. Tentu kita ingat Firman Allah yang kurang lebih berkata bahwa Allah akan meningkatkan orang-orang beriman dan berilmu beberapa derajat. Di sini jelas, bahwa ilmu pengetahuan memberikan peradaban. Banyak sekali ilmu-ilmu atau nilai-nilai positif yang disampaikan oleh Iqro. Sayang beribu sayang, ilmu-ilmu itu hanyalah sebongkah kalimat narasi yang membuat saya harus berimajinasi sendiri.

     Bagaimana langit, bintang, alam semesta yang begitu indah seperti yang dibicarakan oleh kedua tokoh utama, sedikitpun tidak saya dapatkan di bioskop. Nampaknya, cukup menutup mata lalu mendengarkan para tokoh dialog, saya bisa tahu indahnya alam semesta. Butuh imajinasi tinggi dan saya tak sanggup. Hehehe. Namun begitu saya tetap tak mau menutup mata karena Iqro sangat terbantu oleh jajaran pemainnya. Kecuali 2 orang lelaki anak buah pak Prof Wibowo, semua cast tampil bagus. Cok Simbara, Neno Warisman, Aisha Nurra Datau, Raihan Khan, Adhitya Putri, Mike Lucock hingga Merriam Bellina yang meski muncul beberapa scene saja, tetap memberikan suguhan yang menakjubkan.

     Finally, lagi dan lagi, menonton film seperti ini saya merasa tidak sedang di bioskop melainkan di mesjid untuk shalat Jumat lalu sang Khatib ceramah tidak pake toa. Hanya saja sang Khatib cukup sadar kalau suaranya keras tuh menusuk telinga para jemaah sehingga sang Khatib pun mengurangi volume suaranya.

     Oia, temukan petualangan Iqramu di bioskop mulai 26 Januari 2017. Bisa sama bisa juga beda!

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.