Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Boikot Beauty and The Beast Gara-gara GAY?

Ceritanya sangat sederhana yakni tentang seorang pangeran yang dikutuk menjadi buruk rupa. Ia akan kembali menjadi pangeran tampan andaikata ada gadis yang mencintainya sebelum kelopak mawar yang terakhir jatuh. Premis tersebut diterjemahkan oleh sutradara Bill Condon selama 129 menit dalam film terbarunya, Beauty and The Beast (selanjutnya BATB).

Film ini cukup menyita perhatian publik hingga berimbasnya pada jumlah show di bioskop-bioskop. Di Cinema Empire XXI Bandung saja, pada weekend (18-19 Maret) kemarin bisa mencapai 6 dari 8 studio slot untuk BATB. Bahkan di Amerika sana langsung menduduki puncak box office film Hollywood.

Sejujurnya saya nonton dan menulis review ini didasari beberapa status teman facebook saya yang meminta film ini diboikot karena menampilkan karakter gay. Seberapa besar sih BATB mengeksplorasi karakter ini?

Film dibuka dengan perkenalan Belle (Emma Watson) sebagai gadis cantik namun dianggap aneh oleh sebagian besar penduduk kampung. Namun begitu, seorang pemuda bernama Gaston (Luke Evans) mencintai Belle dan "memaksa" menikahinya, tapi mendapat penolakan dari Belle.

Hingga suatu saat Ayah Belle, Maurice (Kevin Kline) terjebak di sebuah istana karena dituduh mencuri. Istana tersebut adalah tempat the Beast (Dan Stevens), sang pangeran yang dikutuk menjadi buruk rupa. Seluruh penghuni dikutuk juga menjadi barang-barang antik seperti tempat lilin, jam, lemari, gelas dan berbagai peralatan lainnya. Maurice pun ditawan seumur hidup oleh Beast di istananya. saking cinta sama ayahnya, Belle menggantikan hukuman yang diterima ayahnya. Inilah yang menjadi awal mula kisah Belle and the Beast.

Sepanjang film saya disuguhi oleh musik dan visual yang begitu memikat. Menjadi menarik tatkala barang-barang yang dikutuk itu bisa melakukan hal -hal yang seperti dilakukan manusia seperti bernyanyi, menari, berbicara, menyiapkan makanan dan lain-lain. Belle pun menunjukkan kecantikan tingkat paripurna.

BATB membuktikan bahkan ketulusan dan cinta sejati bukanlah dari rupa melainkan dari hati. Rupa memang penting tapi hati lebih penting. Namun tak akan menjadi seru, jika Gaston tidak berusaha menghancurkan kisah mereka berdua. Dengan memprovokasi penduduk kampung, Gaston yang selalu ditemani rekannya Le Fou (Josh Gad) menyerbu istana the Beast.

Hingga menjelang akhir film, saya belum ngeh dan sadar mengenai karakter gay yang teman-teman saya ributkan di status facebook-nya. Apakah Beast itu gay dan akhirnya memilih Gaston? Ah, nggak mungkin. Jika terjadi maka BATB mengkhianati judul filmnya sendiri. Lantas?

Kalau boleh menebak, ada dua scene yang mungkin menjadi dasar boikotnya. Pertama adalah saat scene si "lemari" melawan serangan tiga orang pemuda kampung yang menyerangnya. Ia mendandani tiga orang pemuda tersebut menjadi perempuan dan salah satu dari tiga pemuda tersebut tersenyum seakan bangga menjadi perempuan. Salah? Tentu tidak! Logika film sudah memberitahu sebelumnya bahwa kekuatan si "lemari" adalah mendandani.

Scene kedua adalah saat dansa di akhir film. Masing-masing berdansa dengan pasangannya. Sekilas ditampakkan ada dua orang pemuda yang berdansa. Yang perlu dicatat adalah, kedua scene tersebut hanya muncul sekilas saja bahkan kurang dari satu kedipan mata. Secara film pun, karakter tersebut diperkenalkan dengan logika yang jelas dari filmnya. BATB pun tidak mengeksplorasi karakter tersebut menjadi suatu tokoh yang memiliki kisahnya sendiri. BATB murni tentang fantasi si cantik dan si buruk rupa.

Jika kedua scene yang menjadi dasar boikot BATB, pertanyaan saya sudahkah anda menonton film tersebut? atau jangan-jangan hanya baca artikel yang tersebar di sosial media lalu ikut-ikutan boikot?

Pada dasarnya, setiap orang berhak menilai dan memilih film mana yang akan ditonton dan mana yang tidak. Tapi menjadi bijak dalam menilai, jauh lebih penting dari itu. IMHO

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

3 comments

  1. Padahal tayangan di TV2 lokal malah lebih parah yaaa isu LGBT nya. Aku suka banget film ini, bener2 dongeng ala Disney!
  2. Ya begitulah ...
  3. Mungkin lantaran posisi orang berdansa itu terletak di bagian akhir. Jadi mudah keingat sama penonton. Coba saja ditaruh di awal atau di tengah, mungkin bisa lupa tuh bagian orang yang berdansa itu.
Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.