Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Review Jasper Jones (2017): Padukan Kisah Coming of Age dengan Elemen Misteri

Jasper Jones diadaptasi dari novel berjudul sama karya Craig Silvey. Dan mengambil latar tahun 1969 di sebuah kota kecil di Australia Barat.
Charlie Bucktin (Levi Miller), seorang pemuda berusia 14 tahun tiba-tiba harus melihat sesuatu yang mengerikan. Bermula dari kaca jendela rumahnya yang diketuk oleh Jasper pada malam hari, Charlie pun diajaknya ke tengah hutan. Di sana, rupanya Jasper ingin memperlihatkan seorang mayat perempuan yang tergantung di bawah dahan pohon.

Sontak Charlie mendadak kaget. Melihat reaksi Charlie, Jasper (Aaron L. Mcgrath) pun buru-buru meyakinkan Charlie kalau ia bukan pembunuhnya. Dan ia pun meminta Charlie untuk membantunya menemukan si pembunuh. Jasper pun menyebut satu nama yang ia curigai sebagai tersangka.

Kalau kamu jadi Charlie, apakah kamu akan percaya begitu saja pada Jasper, atau tetap mencurigainya sebagai pembunuh?

Mengangkat karakter sentral seorang remaja yang beranjak dewasa (coming-of-age) lalu mengaitkannya ke dalam misteri pembunuhan, adalah satu hal yang menarik bagi Jasper Jones. Biasanya film-film remaja sejenis ini, lebih banyak bertutur tentang kisah romansa antar para karakternya.

Kendati demikian, Jasper Jones tidak melupakan kalau karakter utama filmnya adalah seorang remaja. Film yang diarahkan oleh Rachel Perkins ini cukup peka memberikan detailnya. Semisal ketika ada luka goresan di dagu Charlie, film mengalihkannya dengan analogi bercukur yang disampaikan oleh ayahnya Charlie.

Atau juga kisah cinta monyetnya Charlie dengan seorang perempuan bernama Eliza (Angourie Rice). Kehadiran Eliza pun bukan semata-mata sebagai love interest Charlie, tapi punya peran penting dan keterkaitan yang erat dengan cerita misterinya.

Dengan kata lain, aspek coming-of-age dan cerita misterinya saling berkelindan, mendukung satu sama lain

Jasper Jones diadaptasi dari novel berjudul sama karya Craig Silvey. Dan mengambil latar tahun 1969 di sebuah kota kecil di Australia Barat.

Tanya jawab bersama Craig Silvey

Sesi Q&A bersama Craig Silvey yang dipandu oleh aktor Marissa Anita/Raja Lubis

Saya selalu penasaran dengan film-film yang ‘berani’ memberikan stempel waktu pada ceritanya. Karena sebuah cerita seperti itu, biasanya punya keterkaitan dengan historis atau kondisi sosial, politik, dan budaya yang terjadi pada masa dalam cerita tersebut.

Dalam kesempatan tanya jawab, Craig mengemukakan beberapa kejadian pada masa tersebut yang memang mempengaruhi penulisan tokohnya. Kejadian tersebut tidak hanya yang terjadi di Australia tapi juga di belahan dunia lainnya. Salah satunya adalah perang Vietnam.

Perwujudan pengaruh dari peristiwa ini bisa dilihat dari salah satu karakter bernama Jeffrey (Kevin Long). Ia adalah teman Charlie yang digambarkan berketurunan Vietnam. Selain Jeff, penulisan karakter lainnya juga mengundang banyak rasa penasaran, termasuk karakter Jasper Jones itu sendiri.  

Para karakter yang beragam ini, yang menurut saya dijadikan jembatan oleh Jasper Jones untuk menggambarkan gagasan penting seperti rasisme, perselingkuhan, bahkan parenting sekalipun. Karena secara gambaran lingkungan sekitar, Jasper Jones terkesan bermain ‘aman’ dengan tidak banyak mengeksplorasi lingkungannya sebagai media penyampai gagasan.

Hal tersebut juga terlihat dari pemilihan nama Corrigan sebagai latar. Corrigan adalah kota fiksi yang Jasper Jones ciptakan sendiri. Diakui Craig, hal ini dilakukan untuk meminimalisir perselisihan apabila ada sekelompok orang yang mungkin tidak sependapat dengan karakter yang dilukiskannya apabila menggunakan nama kota yang memang ada di Australia Barat.  

Jasper Jones meraih nominasi Best Youth Feature Film di ajang Asia Pacific Screen Awards 2017 

Oia ada satu pertanyaan menarik dari penonton, "Mengapa judul film nya Jasper Jones, padahal karakter utamanya Charlie?".

Saya punya interpretasi sendiri atas pertanyaan tersebut. Tapi tentunya tidak akan saya kemukakan di sini. Kamu yang sudah nonton, silakan tinggal jejak di kolom komentar apa interpretasi kamu terhadap hal ini.

Atau jika belum nonton, kamu bisa segera menontonnya di Festival Sinema Australia Indonesia 2022, gratis!


Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.