Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Teror Hiu dalam Shark Bait, Usang tapi Tetap Menegangkan

Bergenre survival thriller, Shark Bait masih punya amunisi yang menegangkan berkat teror hiu yang kejam

Tidak banyak memberikan perspektif baru dari film bergenre serupa, tapi Shark Bait masih memiliki beberapa momen yang menegangkan.

Salah satu kemampuan tersembunyi manusia adalah beradaptasi dan bertahan hidup. Dalam keadaan terdesak, biasanya manusia bisa mengeluarkan hal-hal terbaik yang ia miliki yang mungkin nggak pernah terbayangkan sebelumnya.

Makanya ada istilah 'the power of kepepet'. Jadi, kalau udah kepepet, manusia selalu punya cara untuk menyelesaikan masalah.

Oleh karena itu, menonton film-film yang memperlihatkan cara manusia bertahan hidup dalam keadaan terdesak dari serangan-serangan mematikan, akan selalu terasa mengasyikkan.

Terus gimana, kalau yang menjadi sumber serangan adalah ikan hiu putih besar. Mampukah manusia selamat darinya?

Siapa yang mati duluan?/imdb.com 

Sekelompok muda-mudi tengah berlibur dan berpesta di pinggir pantai pada malam hari. Kalau dari bahasa penduduk lokal yang digunakan, pantai tersebut berada di daerah Spanyol. Maklum karena sudah menghabiskan serial Elite hingga season 5, saya cukup tahu kalau 'Gracias' artinya 'terima kasih' dalam bahasa Spanyol. Hehe.

Baiklah kita kenalan dulu dengan muda-mudi tersebut.

Cukup lima orang saja yang perlu kita kenal, tiga laki-laki dan dua perempuan. Yang perempuan bernama Nat (Holly Earl) dan Milly (Catherine Hannay). Sementara yang laki-laki, mereka adalah Tom (Jack Trueman), Tyler (Malachi Pullar-Latchman), dan Greg (Thomas Flynn).

Esok paginya setelah pesta selesai, ketika mereka hendak pulang, mereka menemukan dua buah jetski yang terparkir tanpa tuan di pinggiran pantai. Mereka pun berusaha menemukan kunci jetski tersebut dengan mendobrak gudang yang ada di sekitarnya.

Bagai mendapat durian runtuh, mereka kegirangan ketika menemukan kunci. Tanpa basa-basi mereka langsung menaiki jetski tersebut dan mulai berselancar hingga ke laut lepas.

Sebetulnya, Nat agak ragu mengikuti kemauan teman-temannya. Apalagi saat di malam pesta, ia nggak sengaja bertemu dengan pengemis yang mengingatkannya untuk berhati-hati dari hiu putih besar.

Formula cerita yang usang

Isu perselingkuhan yang terjadi bisa digarap lebih baik sebetulnya/imdb.com 

Shark Bait sebetulnya nggak memberikan cerita/perspektif baru untuk film yang bisa dibilang bergenre 'survival thriller' ini. Film yang memulai dengan tingkah laku anak muda yang sembrono dan bertindak tanpa pikir panjang sering ditemui di film serupa semisal The Meg (2018) atau 47 Meters Down (2017).

Bahkan, saking sembrononya para karakter di Shark Bait nggak menerapkan prinsip manajemen risiko dengan benar. Mereka pergi berselancar nggak pakai pelampung. Di antara mereka juga ada yang nggak bisa berenang. Tapi kok berani-beraninya mereka berselancar jauh sekali dari bibir pantai?

Kalau jatuh dan tenggelam gimana? Ya ini sih namanya menyerahkan diri untuk jadi santapan hiu.

Setelah memulainya dengan serangkaian kebodohan, biasanya akan muncul masalah. Bisa ditebak apa masalah yang menimpa?

Ya kamu benar! Sinyal mati dan mesin rusak. Urusan sinyal sih agak masuk akal, tapi kalau mesin jetski tiba-tiba mati? Apalagi di akhir film mesin tersebut bakal nyala kembali. Hehe.

Jadilah mereka terombang-ambing di atas jetski rusak, mengikuti aliran air laut yang kebetulan tenang. (ya wajar 'toh mungkin syutingnya di kolam renang).

Walau begitu, terornya tetap bikin jantung saya deg-degan

 

Ada satu keputusan karakter untuk melawan hiu yang malah bikin ngakak/imdb.com 

Ok lah! Kalau cerita tak termaaafkan dan formulanya sudah sangat usang, setidaknya film-film begini harus bisa memberikan efek kejut. Untungnya, di beberapa bagian Shark Bait berhasil melakukannya.

Contohnya adalah adegan ini. Ada satu scene ketika salah satu karakter terluka kakinya di bagian tulang kering. Dan film menampakkan tulang tersebut keluar dari kakinya. Beneran bikin ngilu ngelihatnya. Sampai pas nonton, saya refleks pegang tulang kering saya saking ngilunya.

Sumpah dah, yang pernah terluka di tulang kering pasti bisa ngerasain gimana sakitnya. Minta ampun banget.

Atau di bagian lain ketika si hiu putih besar memakan tubuh salah satu karakter. Sebut saja si M. Si M ini berada di tepian jetski dan dipeluk oleh N yang bermaksud mengangkat tubuh M  ke atas jetski.

Tapi tiba-tiba, si hiu nakal memakan tubuh M dari bawah dan N tetap memeluknya erat. Hingga akhirnya N sadar, yang ia peluk tinggal setengah badan saja. 

Film cukup berhasil menggambarkan kengerian tubuh M yang tinggal setengah, dipadupadankan dengan ekspresi N yang cukup depresif.

Saya pun turut merasakan kengerian sekaligus kesedihan dari adegan tersebut.

Sayangnya, kengerian demi kengerian dari film yang naskahnya ditulis oleh Nick Saltrese ini berlangsung seperti sebuah episodik. Ada kalanya film terasa lama dengan tampilan adegan yang membosankan. Sutradara James Nunn, nampaknya kehabisan amunisi mau ngasih teror apa lagi buat penonton.

Akhirnya, film menyiasatinya dengan menambahkan garis waktu yang lebih lama. Dari pertama mereka pergi berselancar pukul 5 pagi, cerita berlangsung hingga keesokan harinya.

Sehingga film lebih banyak menampilkan bagaimana para karakter pasrah terombang-ambing di lautan lepas, dibanding usaha mereka untuk bertahan hidup.

Bahkan sempat-sempatnya, Shark Bait melakukan pendekatan adegan melalui mimpi. Sebuah pendekatan yang biasanya dilakukan oleh film-film horor.  

Maksudnya gimana? Jadi film menampilkan adegan yang sangat mengejutkan atau menegangkan. Tapi ternyata itu hanya mimpi dari salah satu karakternya.

Ini yang kadang bikin saya terheran-heran. Kalau sutradara bisa bikin adegan yang 'powerfull' dalam konteks mimpi, kenapa nggak adegan tersebut dibuat dalam konteks kenyataan saja. 

Saya suka males dan kecewa saja pada pendekatan seperti ini. Udah ngerasa tegang banget, eh cuma mimpi. Kesel 'kan?

Klimaks yang kurang menyentuh

Shark Bait sedang tayang di bioskop/Raja Lubis 

Sudah bisa tertebak lah bagaimana akhir film seperti ini. Hampir pasti ada karakter yang berkorban dan ada yang berjuang selamat hingga akhir film.

Shark Bait juga melakukan pendekatan ini. Tapi, sayangnya gagal menyentuh. Niatnya pengin memperlihatkan bagaimana perjuangan karakter utama melawan hiu, tapi penggambaran sutradaranya nggak mendukung.

Film hanya memberikan dukungannya melalui narasi "Saya ini gadis Kansas, gadis Kansas selalu berjuang".

Lha Bambang, penonton mana ada yang tahu gimana perjuangan gadis Kansas. Berilah sedikit flashback ke kehidupan karakter utama sebelum terjadi insiden ini yang menjelaskan bagaimana perjuangan yang dimaksud.

Dalam hal ini, bolehlah contoh Crawl (2019). Dalam film ini, karakter terakhir yang selamat sudah hampir menyerah. Lalu film mengalihkan adegannya ke masa lalu sebelum ia terjebak bersama buaya-buaya.

Diceritakan ia adalah seorang atlet yang dididik keras oleh ayahnya untuk selalu berjuang dan menjadi juara. Ia pun menggunakan petuah ayahnya untuk tetap berjuang melawan buaya hingga akhir.

Dengan gambaran tersebut, setidaknya penonton percaya kalau si karakter punya daya juang yang tinggi.

Sementara Shark Bait, asyik sendiri saja.

Sebetulnya masih banyak visual-visual yang dihadirkan Shark Bait yang nggak pernah koheren dengan cerita. 

Semisal ketika kamera memperlihatkan smartphone karakter yang disimpan di pinggir pantai, tiba-tiba tersapu ombak. Sampai adegan jatuhnya smartphone tersebut dibuat slow-motion. Pasti 'kan ada maksudnya. Dan bakal punya adegan lain yang nyambung dengan visualisasi tersebut.

Ya minimal, ada adegan orang yang menghubungi mereka 'lah. Karena 'kan sudah 24 jam mereka menghilang. Sehingga scene jatuhnya smartphone yang slow-motion itu memiliki nilai guna.

Tapi ya sudahlah. Kalau kamu nggak memedulikan bagaimana film ini bertutur, dan hanya peduli untuk merasakan ketegangan, boleh-boleh saja Shark Bait ini dijadikan alternatif tontonan.

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.