Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Review Ini Kisah Tiga Dara (2016): Drama Musikal yang Tampil Mengecewakan

Ini Kisah Tiga Dara tampak melelahkan. Subplot yang kemana-mana hingga masing-masing karakter tak memiliki pijakan yang jelas akan jati dirinya

 

Cukup excited ketika ada film layar lebar berjudul Ini Kisah Tiga Dara. Mengapa? Mengusung genre drama musikal yang sangat jarang diangkat oleh sineas tanah air menjadi salah satu ketertarikan saya untuk nonton film ini sampai-sampai episode pencarian “Bebe”, salah satu Dara dalam film tersebut, saya lahap habis di channel Youtube-nya.

 Ini Kisah Tiga Dara karya sutradara Berbagi Suami ini terinspirasi dari film klasik berjudul Tiga Dara. Sayangnya, saya belum sempat nonton meski di waktu yang hampir bersamaan film klasik tersebut direstorasi dan ditayangkan secara reguler di bioskop-bioskop dengan layar terbatas. Ya sudah toh, jadinya saya tak akan bandingkan antara Tiga Dara dengan Ini Kisah Tiga Dara.

 Musikal yang kurang feel-nya

Film dibuka dengan cukup menjengkelkan bagi saya. Tiga Dara, Gendis (Shanty Paredes), Ella (Tara Basro) dan Bebe (Tatyana Akman) naik taksi yang dikemudikan oleh sutradara Internasional (katanya) di tengah kemacetan Jakarta. Lalu seketika mereka bernyanyi dan menari. OMG! Penampilan mereka bermusikal ini kurang terasa feel-nya.

Ada beberapa masalah yang mungkin menyebabkan Ini Kisah Tiga Dara tampil kurang pas dalam hal musikalnya. Pertama persoalan lagu dan nada yang nggak terlalu mudah diterima dalam pendengaran pertama, koreografi yang kaku, hingga persoalan editing yang nggak mulus antara gerak bibir dan musik. 

 Bercerita tentang wanita dan pilihan hidupnya

Pada prinsipnya Ini Kisah Tiga Dara bercerita tentang keinginan seorang Oma (Titiek Puspa) yang menginginkan cucu tiga daranya menikah hingga ia bisa menimang cicit. Namun Gendis, dara tertua tetap saja belum mau menikah padahal usianya sudah kepala tiga.. Ia menjelma menjadi wanita mandiri dan mencurahkan segala hidupnya untuk dunia masakan yang ia cintai. 

 Entahlah, rasanya gambaran Gendis sebagai chef profesional juga tidak terlalu terlukiskan dengan baik selain oleh tumis buncis, hehehhe!

 Lalu ada Ella sebagai Dara nomor dua yang katanya sering bersaing dengan Gendis. Come on, Ini Kisah Tiga Dara! Mana persaingannya selain pada genit-genit geje terhadap Yudha (Rio Dewanto). Ella memang lebih terbuka dan supel dalam pergaulan makanya ia bisa menjabat sebagai Public Relation di hotel keluarganya tersebut. 

 Di film arahan Nia Dinata ini, Tara Basro sama sekali tidak terlihat kalau ia pernah menang piala citra. Pesonanya terkubur seiring alur film yang juga makin tak jelas juntrungannya. Ella pun jika ingin menikah ia tidak boleh mendahului Gendis. Owh, ini tak adil, kemudian nyanyi. Sumpah annoyingbanget!

 Lain Gendis lain Ella, lain pula Bebe. Ini Dara yang terlalu berani. Paling muda tapi sudah lebih tahu urusan ranjang dibanding dua kakaknya. Owh bisa jadi diajarin oleh turis asing yang menginap berbulan-bulan di hotel milik Ella sekeluarga. Hm, bisa jadi sih, bahkan yang katanya belajar menenun pun dilakukan di kamar hotel, di atas kasur, dengan telanjang dada, yang pada akhirnya bisa diduga, ditutup dengan adegan ah uh ah uh.. Uh… 

Membenturkan kebebasan hidup dengan adat istiadat 

Gagasan tentang “wanita” dalam Ini Kisah Tiga Dara sudah saya duga sebelumnya, mengingat sang sutradara seringkali bicara tentang “wanita” setidaknya dalam dua film sebelumnya, Berbagi Suami dan Arisan!

 Kemandirian, kebebasan dan keterbukaan seorang wanita digambarkan oleh Nia Dinata dalam masing-masing tokohnya, sementara Oma menjadi benang merah yang masih menjaga adat istiadat, tradisi, norma bahkan agama. 

 Hal tersebut terlihat dari banyaknya naskah yang juga berbicara akan hal itu. Dipadu dengan suasana alam Maumere serta kearifan lokalnya membuat Ini Kisah Tiga Dara begitu cantik namun juga menggelitik dan kontras dengan nilai film yang diusungnya.

 Akhir yang mengecewakan

Paruh kedua, Ini Kisah Tiga Dara tampak melelahkan. Subplot yang kemana-mana hingga masing-masing karakter tak memiliki pijakan yang jelas akan jati dirinya. Coba lihat bagaimana seorang Ella yang naksir sama Yudha, lalu patah hati gara-gara Yudha melamar Gendis. Saat itu Ella baru menyadari bahwa Bima (Reuben Elishama) jatuh cinta padanya sejak lama. Di bawah tembang Semesta Punya Cara, Ella mengobati patah hatinya ke pelukan Bima. 

 Awalnya saya cukup senang dengan scene itu hingga Bima mencium kening Ella menunjukkan kasih sayang Bima pada Ella yang baru saja patah hati. Tapi ternyata dilanjut dengan berciuman bibir. Haruskah ciuman bibir dilakukan begitu saja padahal Ella baru patah hati? Kecup kening saja sudah cukup! (ah tapi bisa jadi saya yang iri, hehehhe)

 Kekecewaan saya akan Ini Kisah Tiga Dara yang terlalu liar dalam menerjemahkan “wanita” berlanjut hingga akhir film. Oma yang dari awal memegang teguh prinsip seketika hilang begitu saja. Oma menjadi lebih “bijaksana” dalam menentukan siapa yang boleh nikah duluan, entah Gendis atau Ella, yang penting bisa dapet cicit. Rupanya keduluan oleh Bebe yang sudah tekdung(baca: hamil duluan, dan sudah tiga bulan, persis kayak lagu dangdut, kenapa tidak dijadikan salah satu lagu pengiring ya, mungkin lebih easy listening). 

 Bebe pun dengan polosnya membuat pengakuan (cek di film bagaimana dialognya sangat menjengkelkan). Oma pun kaget dan pingsan! Owh, rupanya Oma masih pegang terus prinsip. Saya pikir film ini akan selesai. Rupanya Oma bangun lagi dan malah tertawa seakan-akan “Oh ya udah nggak apa-apa, yang penting dapet cicit meski hasil hamil di luar nikah”. 

 Kenapa tidak dicut saja saat Oma pingsan?

 Pada akhirnya saya hanya bisa mengapresiasi performa cetar Titiek Puspa, ekspresi bertepuk sebelah tangan Reuben Elishama dan beberapa performa Shanty yang kembali ke habitat asalnya plus alam Maumere yang mungkin akan meningkatkan kecintaan penonton terhadap Indonesia. Selebihnya, mengecewakan!

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.