Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Review Kalam-Kalam Langit: MTQ, Sebuah Pelacuran Ayat Suci Al-Quran?

kalam-kalam-langit-2016-teaser-poster

     Sewaktu saya SMP, saya sempat ikut lomba MTQ se Kota Sukabumi, Alhamdulillah waktu itu meraih juara 3. MTQ itu kependekan dari Musabaqah Tilawatil Quran yakni festival membaca Al-quran dengan qira’at. Wah qira’at apalagi itu? Qira’at al-Qur’an adalah ilmu Al-Qur’an yang membahas perbedaan lafaz wahyu, baik dari segi menulisnya maupun membacanya. Ok. Lupakan saja istilahnya, singkatnya MTQ adalah lomba membaca ayat suci AlQuran atau ummat Islam sering menyebutnya dengan istilah “mengaji”.

     Fenomena MTQ di Indonesia bahkan memiliki festivalnya sendiri hingga tingkat nasional. Kita tentu tahu tokoh H. Muamar Z.A Qari terkenal Indonesia yang juga pemenang MTQ tahun 1981. Namun konflik muncul dibalik MTQ, adanya tudingan-tudingan bahwa MTQ hanya dijadikan ajang untuk mencari keuntungan para penyelenggara lomba melalui pembacaan Al Quran. Apakah ini sebuah pelacuran ayat suci?


Sebuah film religi terbaru yang tayang pada tanggal 14 April lalu, KALAM-KALAM LANGIT, mencoba memotret fenomena tersebut. Adalah Ja’far (Dimas Seto) pemuda pesantren yang sangat jago dalam hal mengaji dan pernah memenangkan lomba MTQ. Namun kemenangan dan keikutsertaannya ditentang oleh ayahnya (Mathias Muchus) yang tidak suka karena menganggap MTQ hanyalah sebagai sarana jual beli ayat-ayat Illahi. Namun, di sisi lain, ibunda (Henidar Amroe) Jafar justru adalah qari’ah terkenal. Di sinilah konflik Jafar dimulai, antara mengikuti keingininan ibunya atau ayahnya.

P_20160416_142735-1
Raja Lubis (Kiri) – Komandan FFBComm, bersama Dimas Seto pemeran Jafar

     Lika-liku konflik Jafar yang ditinggal mati lebih dahulu oleh ibunya, semakin menjadi ketika dirinya diminta oleh pimpinan pesatren mengikuti lomba MTQ. Padahal, setiap tahunnya pesantren tersebut selalu mengirimkan Satori (Ibnu Jamil) sebagai wakilnya. Tokoh antagonis pun dimainkan. Satori digambarkan sebagai orang yang haus juara dan menghalalkan segala cara, pula didukung oleh beberapa ustadz di pesantren tersebut.

     What? Ini pesantren. Penggambaran Faozan Rizal selaku penulis skenario atas kondisi pesantren merefleksikan secara nyata hukum kehidupan. Tidak selalu lingkungan yang dianggap baik juga dipenuhi oleh orang baik, begitu juga sebaliknya tidak selamanya lingkungan yang dianggap negatif juga dipenuhi oleh orang-orang negatif. Satori yang berpakaian yang identik dengan muslim, menggunakan kopiah dan baju koko, tapi memiliki perangai buruk, dan hal ini kontra dengan sosok Ali, seorang pengamen yang juga sahabat Jafar. “Emang gembel nggak boleh sholat”.

P_20160416_142902
Bersama Henidar Amroe (Pemeran Ibunda Jafar)

     Kondisi ini menggambarkan bahwa nyatanya memang banyak orang-orang yang menggunakan jubah agama hanya untuk melindungi tindak buruknya. Justru merekalah yang mungkin melacurkan ajaran agamanya demi kepuasan pribadi. Demi nafsunya menjadi juara MTQ, Satori rela menyogok Jafar dengan sejumlah uang untuk pengobatan ayahnya yang sedang sakit keras, dengan catatan Jafar tidak ikut lomba MTQ. Lalu bagaimana sikap Jafar? Jelas sudah, ia akan menerima uang tersebut, terlebih memang ayahnya tidak senang akan keikutsertannya dalam lomba.

Sejak kapan kau bisa dibeli?

     Ayahnya justru meminta Jafar mengembalikan untuk mengembalikan uang tersebut terhadap Satori. Lha itu artinya ayahnya mengizinkan Jafar untuk ikut MTQ? Ayah Jafar memiliki prinsip yang kuat atas semua keputusannya, termasuk keputusan ini. Harga diri tetap nomor satu. Terkadang di zaman yang edan ini, banyak orang yang kehilangan harga dirinya, dan rela mengorbankan martabatnya sebagai manusia demi nafsu sesaat. Prinsip harga diri seakan hilang, dan tidak lagi percaya akan adanya kekuatan Tuhan. Merekalah justru yang sedang melacurkan diri?

     Sudah bisa tertebak, Jafar dan Satori bersaing di perlombaan MTQ, dan karena tokoh utama film ini adalah Jafar maka sudah bisa dipastikan Jafar adalah pemenangnya, dan itu betul!! Sayangnya, Jafar mengundurkan diri dari lomba karena ayahnya meninggal. Untuk apa lagi MTQ?

     Keadaan Jafar yang yatim piatu, pada akhirnya membawa ia pada lingkungan pamannya di beda Provinsi serta melupakan pesantren dan MTQ. Ia memilih kerja di tempat pamannya sebagai kurir pengiriman barang. Karena MTQ sudah mendarah daging dalam hidupnya, terlebih diketahui bahwa ini adalah cita-cita almarhumah ibunya, petualangan selalu mendekatkan Jafar pada MTQ.

      Takdir kembali harus mempertemukan Jafar dan Satori di arena MTQ yang kali ini mewakili provinsi masing-masing. Kali ini tidak akan menebak-nebak siapa pemenangnya, karena pasti sudah bisa tertebak. Mari kita telaah masing-masing niatnya. Satori terlihat ketakutan ketika Jafar menjadi pesaingnya, dan ambisinya dia untuk memenangkan MTQ pastinya akan kandas. Jafar dengan yakin meneruskan cita-cita ibundanya untuk menjadi Qari yang bisa menyebarkan pesan positif terhadap masyarakat. Dua niat yang berbeda meski berada dalam satu pertarungan yang sama.

Jadi apakah MTQ sebuah pelacuran ayat suci Al-Quran? Semua tergantung niat!!


Noted: Film ini berdasarkan ide cerita sang sutradara Tarmizi Abka yang skenarionya ditulis oleh Faozan Rizal, lalu dibuatkan novelnya oleh penulis Pipiet Senja berdasarkan skenario yang sudah dibuat.

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.