Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Review Pretty Boys: Ketika Dua Laki-Laki Terbuai Indahnya llusi Industri Televisi


“Apakah dengan ngebanci itu yang kamu maksud dengan pengorbanan?”

Itulah pertanyaan seorang ayah kepada anak laki-lakinya yang mencari uang dengan cara menjadi perempuan. Sang anak tersebut tentu tidak benar-benar menjadi perempuan, itu hanyalah tuntutan pekerjaan semata. Tapi apakah demi pekerjaan kita rela mengorbankan perasaan dengan melakukan sesuatu yang tidak kita suka? Apakah itu suatu pengorbanan?

Paruh akhir film Pretty Boys mempertanyakan hal itu. Anugerah (Vincent Rompies) yang merasa sudah lelah menjadi host di acara ‘Kembang Gula’, nekat pulang kampung dan kembali menemui ayahnya. Dan apa yang terjadi sebelumnya?

Kisah bromance yang asyik, tapi…

Anugerah adalah anak kecil di kampung yang bercita-cita masuk tv. Bersama Rahmat (Deddy Mahendra Desta), sahabat satu-satunya, Anugerah hijrah ke Jakarta demi mewujudkan mimpinya itu. Namun apa yang mereka cita-citakan tidak semudah yang dibayangkan. Mereka harus bekerja sebagai koki restoran untuk menyambung hidup, sambil terus menerus mencari cara untuk mewujudkan cita-citanya tersebut.

Fokus utama film produksi Anami Films dan The Pretty Boys Pictures memang mengisahkan persahabatan mereka berdua. Jalinan persahabatan seperti ini seringkali disebut dengan istilah bromance. Nggak banyak film Indonesia yang menggali kisah seperti ini. Entah masih tabu atau stigma masyarakat yang cenderung menganggap negatif jika melihat persahabatan akrab dua orang laki-laki dibandingkan persahabatan dua orang perempuan.

Senada dengan konteks sosial seperti itu, Pretty Boys pun tidak terlalu percaya diri menggarap kisah mereka sehingga harus memasukkan karakter ketiga (seorang cewek). Seolah-olah permasalahan persahabatan di antara dua orang laki-laki hanyalah persoalan perempuan. Padahal banyak hal yang bisa dibicarakan dari jalinan bromance.

Kita bisa lihat bagaimana chemistry Ben dan Jodi yang berjibaku mendirikan kedai kopi dalam Filosopi Kopi (2015), atau kehebatan Andrew Darwis dan Ken Dean membesarkan startup dalam Sundul Gan: The Story of Kaskus (2016).

Memang nggak ada yang salah dengan formula ini. Tapi menjadi aneh ketika Pretty Boys memasukkan tokoh Asti (Danilla Riyadi) sejurus kemudian menyia-nyiakannya. Padahal kalau mau berkaca bagaimana menyatukan karakter utama cowok-cewek-cowok dengan solid, kita bisa contoh pendekatan yang dilakukan Upi dalam film Realita Cinta dan RocknRoll (2006).

Memberikan gelak tawa dan tangis sekaligus

Plot kisah cinta segitiga antara Rahmat-Asti-Anugerah memang tidak memberikan impresi apa-apa terhadap cerita. Terlebih ketiadaan penjelasan latar belakang karakter Asti membuat chemistry mereka bertiga sebagai sahabat sulit dipercaya. Tapi eksplorasi lebih dalam karakter Anugerah-Rahmat membuat film tidak serta merta kehilangan emosinya.

Dengan editing yang cakep hasil kolaborasi Cesa David Lukmansyah, Apriady Fathullah Sikumbang, dan Ega Permana, Pretty Boys berhasil menceritakan kisah bromance Anugerah-Rahmat menjadi kisah yang menyenangkan sekaligus mengharu biru.  Pola flashback selalu hadir tepat di saat momen butuh emosi baik tawa ataupun dramatik.

Tapi faktor editing yang pas, nggak akan berhasil baik jika permainan sang aktor pun tidak mumpuni. Pretty Boys beruntung punya duet maut Vincent-Desta yang berhasil memberikan gelak tawa sangat pecah, pun sukses menangani tanggungjawab dramatik dengan mengagumkan.

Dan kalau kalian ingin tahu kenapa Vincent-Desta tidak lagi bernyanyi bersama band Club 80’s, dan lebih memilih menjadi presenter, mungkin salah satu celetukan mereka di film ini adalah jawabannya.

Bertabur b*n**ng

Dari judul saja kita sudah bisa menebak bahwa film ini akan memiliki karakter laki-laki yang berdandan perempuan. Imam Darto yang dipercaya menulis naskah rasanya tidak terlalu terbebani dengan tanggungjawab ini. Keputusan Pretty Boys memasukkan dunia(showbiz)nya sendiri ke dalam cerita film adalah sesuatu yang menarik.

Bukan lagi rahasia umum kalau karakter seperti ini akan mudah ditemukan pada mereka yang berprofesi sebagai host, produser, manajer artis, hingga penonton bayaran. Dan Anugerah-Rahmat adalah contoh antitesis dari satu kerajaan b*n**ng yang ada di film ini.

Ada dua karakter yang paling kuat yang diangkat Pretty Boys. Mereka adalah karakter seorang host sebuah talkshow yang diperankan oleh Ferry Maryadi dan koordinator penonton bayaran yang diperankan apik oleh Onadio Leonardo (mantan vokalis Killing Me Inside).

Dari kedua karakter inilah Anugerah-Rahmat bisa berhasil masuk tv. Namun lambat laun, ia pun terpaksa harus menjadi seperti mereka. Pergulatan batin terjadi terutama di diri Anugerah. Hal ini menjadi salah satu poin plus dari Pretty Boys tatkala narasi tentang showbiz itu sendiri kering kerontang.

Kenapa? Pretty Boys punya banyak kesempatan melakukan kritik terhadap dunia televisi, tapi kesempatan itu hanya mereka gunakan untuk memotret dan memancing tawa. Dan penonton pun memang tertawa kencang. Itu artinya apa yang tersaji di layar adalah suatu hal yang lumrah sehingga mudah terkoneksi dengan penontonnya.

Persoalan pemotongan honor penonton bayaran, penghambaan pada rating, artis baru yang percaya-percaya saja pada manajer, adalah sekelumit di balik layar dunia showbiz yang memang benar adanya. Ya bukan hal baru yang ditawarkan. Hal ini yang membuat Pretty Boys kurang tajam jika dijadikan sebagai pisau bedah untuk kritik dunia showbiz.

Kesempatan tidak ditunggu tapi diciptakan

Dalam pergulatan batinnya, Anugerah bertemu dengan karakter yang dimainkan Tora Sudiro. Bukan semata-mata dihadirkan untuk menambah pasukan kerajaan ‘karakter’, Tora Sudiro adalah awal titik balik bagi Anugerah.

Dalam suatu kesempatan Tora menasihati Anugerah untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan. Karena menurutnya menjadi artis itu bukan persoalan bakat semata tapi juga adanya kesempatan.

Pretty Boys memainkan konsep bakat dan kesempatan ini dengan sangat unik. Jika ingin tahu bagaimana bakat dan kesempatan itu dimainkan, maka jangan beranjak hingga credit title berakhir. Bloopers yang dihadirkan bukan semata lelucon di balik layar, tapi menggenapi apa yang hendak disampaikan oleh film ini.

Pada akhirnya menonton film pertama arahan Tompi (ya Tompi penyanyi) adalah suguhan yang membahagiakan hati. Ditambah dengan visual dan artistik yang colorfull, Pretty Boys adalah salah satu sajian drama komedi yang nyaman untuk ditonton.

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.